Wys tans plasings met die etiket naskah drama. Wys alle plasings
Wys tans plasings met die etiket naskah drama. Wys alle plasings

Sondag 31 Maart 2013


CERMIN
karya NANO RIANTIARNO

PANGGUNG MULA-MULA GELAP. GELAP SEKALI. TIBA-TIBA TERDENGAR TERIAKAN KETAKUTAN SEORANG LAKI-LAKI. PANGGUNG MASIH TETAP GELAP.

SUARA :
Jangan! Jangan tinggalkan saya! Tolong! Tolong! Tolong! Nyalakan lampu, saya takut gelap! Saya takut sendirian! Tolong! Jangan tinggalkan saya! Cahaya, saya butuh cahaya! Saya butuh terang! Tolong…….cahaya…….cahaya.

DAN LAMPU WARNA PINK MENYOROT (FADE-IN) MELINGKARI AREA DIMANA DIA BERTERIAK-TERIAK DILANTAI, SAMPING SEBUAH KURSI BESI. DALAM PENJARA SEORANG LAKI-LAKI KIRA-KIRA BERUMUR 35 TAHUN KAGET KETIKA SADAR BAHWA DIA SEKARANG BERADA DALAM TERANG. DIA KECAPAIAN DAN TERENGAH-ENGAH.MENGHIMPASKAN PANTATNYA DI LANTAI. PADA SAAT YANG HAMPIR BERSAMAAN, SETELAH UJUD SELURUH LAKI-LAKI ITU TERLIHAT SAMAR-SAMAR LAMPU MENYALA MENYOROTI AREA DI DEPAN DIA. SEORANG LAKI-LAKI LAIN YANG SELURUHNYA SAMA DENGAN DIA JUGA DUDUK DI LANTAI SAMPING SEBUAH KURSI BESI YANG SAMA. LAMPU BERWARNA PINK JUGA. DUA LELAKI YANG SAMA DUDUK DI LANTAI SAMPING KURSI BESI YANG SAMA TERSEKELILING GELAP. GELAP SAKALI.
LAKI-LAKI :

He………..
(LAKI-LAKI DI DEPANNYA MENYAPANYA JUGA PERSIS TAPI TANPA SUARA)

Hee……….. Ya! Masih ada. Kukira sudah pergi bersama yang lain-lain. He, aku senang kau masih ada. Di depan situ menatapku. Temanku Cuma kamu sekarang. Di sini pengap. Keringat tak henti-hentinya menyembul dari pori-pori kulit. Aku khawatir kalau persediaan air dalam tubuhku habis, pasti bukan keringat lagi yang keluar tapi darah. Dan kalau darah sudah habis…….. sebuah pintu terbuka lebar-lebar dan aku harus mendorong diriku sendiri untuk bilang ayo masuki ruangan besar di sebaliknya. Ruangan besar dari sebuah gedung yang besar. Ada apa di dalamnya? Perabotan-perabotannya bagus? Jenis kursi-kursinya dibikin dari kayu apa? Jati tua atau mahoni? Karpetnya? Dari India atau Persia?

LAKI-LAKI :
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana? Apa aku akan ditemani atau sendirian? (BERBISIK) Apa Su ada disitu……apa dia menungguku disitu? (DIAM MENUNGGU JAWABAN). Ya aku tahu kau tidak tahu. Tak seorangpun yang tahu sebelumnya. Masuki gedung itu dulu, baru kau akan bisa bercerita ada apa di dalamnya. Tapi siapa saja yang masuk ruangan besar itu, tak akan pernah kembali lagi. Pans, Cuma keluhan, jangan khawatir seorang kawan bisa menyejukkan suasana. Ada seorang di sekitar kita lebih baik daripada sama sekali tidak ada. Pada dasarnya semua orang takut sendirian. Aku juga. Kau juga. Benarkan. Kita ngobrol-ngobrol, untuk mengisi waktu. Obrolan yang intim bisa menambah rasa kekawanan. Tidak usah dijawab. Aku yakin pasti kau mau. Ya, kita akan ngobrol-ngobrol. Aku dapat pertama, kamu yang kedua. Akan kubeberkan semuanya tanpa malu-malu. Tapi musti janji, begitu aku selesai kau segera menyambungnya. Dengan begitu tak akan terasa lagi waktu lewat. Pagi-pagi sekali kita akan berpelukan mengucapkan salam perpisahan, barangkali sambil tertawa-tawa atau barangkali kita akan saling menangisi. Entahlah! Jangan menjawab, aku tahu kau sama seperti aku, termasuk orang-orang yang selalu berusaha untuk menepati janji. Dengan adanya kau di situ, meskipun kau tidak menyapa apa-apa bisa kupastikan kita akan selalu bersama-sama, setia sampai mati.

(BERPIKIR HENDAK MEMULAINYA DARIMANA).

He…….he…….he he he! Heeeeeeeeeeeeee………………..

(DIA MEMATUT-MATUT DIRI. BERTINGKAH SEBAGAI SEORANG LAKI-LAKI JANTAN. DIA MELANGKAH DENGAN TEGAP. KE MUKA KE BELAKANG).
Sampai mati!

(BERTINGKAH SEBAGAI TENTARA. BERTINGKAH SEBAGAI PENARI. BERTINGKAH SEBAGAI ORATOR. BERTINGKAH SEBAGAI BADUT. LAKI-LAKI DI DEPANNYA MENIRUKAN GERAK-GERAK YANG DIA LAKUKAN DENGAN PERSIS. LAKI-LAKI TERTAWA KEGELIAN).

Tiruan yang sungguh-sungguh sempurna…….sempurna…….sempurna.

(LAKI-LAKI ITU MENANGIS. DARI PERLAHAN SAMPAI MENGGERUNG-GERUNG. DIA MERATAP)

Sampai mati……. Su! Su! Sunni! Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana? Jarak dan tembok memisahkan kita. Semua yang terlihat jadi samara-samar. Bukan maksudku melakukan itu. Terjadi begitu saja, didorong oleh kekuatan yang ajaib! Seperti alir sungai yang dibendung, makin tinggi bendungannya makin banyak air yang tertampung dan tekanan untuk molos mencari aliran lain makin besar. Lalu suatu saat air tak terbendung lagi sedang tekanan makin besar, makin besar. Dan tiba-tiba bendungan jebol!

Kau tanamkan bibit di sini. Tumbuh sedikit demi sedikit hingga berbunga, waktu kelopak bunga itu merekah, dia bersuara seperti terompet. Suaranya memekakkan telinga. Dan Sunniii…gemanya! Gemanya melengking! Tak tahan aku untuk tidak berbuat apa-apa. Dan bisik-bisik itu. Bisik-bisik yang memerintahkan aku supaya melakukan niatku, musnahkan! Musnahkan Hancurkan! Hancurkan biar jadi abu sekalian. Dari abu kembali jadi abu, kata bisik-bisik itu dalam telinga.

Kekuatan bumi menarik kakiku dalam-dalam, menyeret dan membakarku dalam inti magma yang paling panas! Aku merungkuk, makin merungkuk, Rasa panas yang terkutuk membakar, memadat dalam dada. Menyiksaku tanpa ampun, hingga hari itu tiba, kau tahu seluruh tubuhku gemetar. Panas dan dingin menjadi satu seperti nerapa. Dan kau tahu, kau tahu, kekuatan aneh itu yang memaksaku untuk jadi babi gila. Menyeruduk ke mana saja nalurinya memerintahkan untuk meyeruduk. Aku menyeruduk. Apa saja yang kulihat, kulihat sebagai musuh. Harus dihancurkan dalam sekejab! Tapi yang kuseruduk rupanya tembok-tembok besi…..Lihat……. dua taringku patah, tak lagi bisa dijadikan senjata. Sebagai perhiasanpun cukup buruk kan? Kalau aku ini tentara, maka aku tentara yang tidak baik. Tidak punya disiplin, kurang taktis, tidak mampu mengontrol emosi serta tidak perduli pada batas-batas dan ukuran.

(KECEPATAN).

Su, perempuan biasa. Tidak cantik tetapi punya daya tarik yang luar biasa, kegairahan hidupnya seperti kuda tak terkendali! Salahku memang, mengawini perempuan bekas pelacur. Padahal tadinya sudah kurelakan, dia bekerja, aku juga bekerja. Tapi Su selalu bilang padaku : ah, kamu tidak pernah bisa memberiku apa-apa selain anak. Ya, itu kenyataan. Dan karena itu pula dia berhak menutup mataku, mulutku dan menahan gerak semua anggota tubuhku. Tapi memang semua itu termasuk dalam perjanjian. Dan kami sudah saling menjanjikannya, dulu waktu dia kukawini. Kenyataan ini mampu kutahan sampai beberapa lamanya, 3 anak. Cuma itu katanya yang bisa kuberikan padanya, ya! Tapi lihat muka anak-anak itu satu persatu kalau mereka masih hidup. Lihat dengan teliti. Seperti siapa mereka? Adakah persamaannya denganku? Sama sekali tidak. Yang sulung entah seperti siapa? Yang kedua entah seperti siapa dan yang ketiga kulitnya hitam pekat dengan mata yang bulat dan rambut keriting kecil-kecil. Anakkukah itu? Anak Su! Aku pernah punya pikiran mungkinkah ada dokter-dokter jahil yang senang menukar-nukar bayi di RS bersalin, atau perawat-perawatnya. Tapi hal itu tidak mungkinkan? Mereka pasti menghormati sekali sumpah jabatan. Tapi aku bisa memastikan anak yang ketiga bukan anakku!

LAKI-LAKI  (MERATAP LAKI_LAKI DI DEPANNYA DENGAN GELISAH)
Tahukah kamu mengapa aku masih tetap bisa menahan diri selama ini? Masih tetap mendampinginya meski jantung perih bukan main? Karena aku mencintai Su! Karena aku sudah bersumpah untuk tetap setia apapun yang sudah dia lakukan. (BERTERIAK) banci! Laki-laki lemah! Tidak punya tangan besi! Pendirian yang rapuh! Ya aku tahu matamu menuduhku begitu. Tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak marah. Ini memang termasuk dalam perjanjian. Kataku selalu pada Su : lakukan tapi tanpa perasaan cinta. O, kelemahan. Apa yang kau ciptakan selama ini sebagai akibat? Mesiu apa yang kau padatkan dalam tabung bersumbu?ketidaktentraman? kekacau-balauan pikiran? Kecurigaan? Keganasan? Kegilaan? Pembalasan dendam tanpa ampun? Semua sudah kulakukan.

Jadilah laki-laki maka kau harus membunuh. Jadilah laki-laki maka kau berhak merusak apa saja. Jadilah laki-laki maka dirimu akan kau rubah menjadi empat dinding penjara setebal satu kaki tanpa jendela. Jadilah laki-laki maka sebetulnya kau meriam siap ditembakkan! Dan malam itu sudah kunobatkan diriku sendiri jadi laki-laki. Laki-laki dengan naluri hewani yang dibiarkan lepas ikatannya.

Dan kesetiaan, di mana dia harus ditempatkan? Adakah perkataan itu masih punya arti untuk semua orang? Su pernah menjanjikan padaku. Aku juga pernah sampai anakku yang ketiga dilahirkan. Anakku? Anak Su! Sekarang apa yang terjadi? Apa yang sudah dilakukan Su? Apa yang sudah dilakukan? Mana tuah dari keselarasan seperti yang selama ini selalu kau bicarakan? Miliki kesetiaan, lalu orang akan jadi seperti dikebiri, Cuma sanggup melihat hal-hal yang baik saja. Satu saat jika kebetulan terlihat keburukan-keburukan yang sebetulnya sudah menjadi mimpi buruknya selama berjam-jam dia tidur, maka dia akan bilang dengan mata merah : ah, itu Cuma baying-bayang bukan kekuatan, padahal terbalik!

Waktu kesabaranku habis, aku menyatakan pada Su supaya menghentikan segala kegiatannya. Maksudku baik, demi anak-anak dan masa depan keluarga. Nama baik, kataku padanya. Asuhlah anak-anakmu di rumah, kalau bosan sulamkan baju-baju hangat. Atau kalau mau bekerja juga. Bekerjalah, tapi yang pantas! Tapi kau tahu yang terjadi kemudian. Su lebih gila lagi, dia seperti kuda lepas kendali. Apa yang terjadi, kataku dalam hati. Kalau dulu aku masih tidak peduli, sekarang keadaannya berbeda. Umurku mulai menginjak masa tua. Aku butuh ketenangan. Aku butuh perempuan yang kucintai dan mencintaiku. Aku butuh perhatian dan diperhatikan. Dan semuanya sudah terjadi akibat dari kau, O, kelemahan, Besok aku akan dihukum mati. Pertama kali dalam penjara. Sudah kubunuh 6 orang dan melukai 3 orang. Betulkah itu? Sebegitu besarkah tenagaku waktu itu? O , aku tidak tahu.

(MENUTUP MATANYA DUDUK KECAPAIANNYA)

LAKI-LAKI :
Heeeeee…………… kau masih ada. Temanku syukurlah. Jangan pergi, tetaplah disini bersamaku, tapi tunggu aku sering melihat kamu tapi lupa di mana? Siapa namamu? Namamu? Ya, namamu? Betul, aku sering melihat kamu. Barangkali di pasar atau di bioskop, atau di sebuah toko kelontong. Entahlah, tapi aku yakin kita sering ketemu, siapa namamu Tuan? Jangan balik bertanya. Aku Tanya siapa namamu? Apa yang sedang engkau kerjakan? Menirukan apa saja yang aku lakukan? Untuk apa? Apa itu perlu? Ah aku ingat sesuatu. Suatu malam seseorang berjubah berkerudung abu-abu berdiri di depanku dan berkata : kamu jadi makhluk kamu sekarang hidup. Kamu kujadikan dari berbagai zat. Tubuhmu terdiri dari unsur-unsur air, udara, tanah, cahaya, dan api. Aku bertanggung jawab penuh pada pertumbuhanmu. Aku yang menciptakan kehidupan yang terlepas dari susunan kehidupan kami, para penguasa langit. Susunan kehidupan yang otonom. Itu terjadi berabad-abad yang lalu. Waktu itu aku sendirian juga berabad-abad lamanya. Sampai aku betul-betul tidak tahan. Siapa yang tahan dijerat sepi? Sendirian tanpa kawan yang biasa diajak berunding sesuatu? Lalu aku meminta pada penciptaku, tuan berkerudung abu-abu yang tidak bisa kulihat wajahnya itu : beri kiranya aku seorang kawan yang akan mendampingiku dalam susah dan senang. Syukur, permintaanku rupanya masuk akal. Aku diberinya satu orang makhluk yang keadaanya berbeda denganku, secara keseluruhan dia lembut. Tapi kami cocok, kalau kami saling peluk untuk mengusir kedinginan malam berbagai getaran aneh menjalar di seluruh tubuh. Dia juga begitu, katanya. Seribu tahun kemudian, baru aku tahu bahwa dia bernama perempuan dan sanggup mengeluarkan makhluk kecil yang serupa dengan kami berdua. Pembiakan, kata orang-orang, anak-anak yang kecil, mungil, lucu-lucu, siapa tidak tertarik pada anak-anak, maka dia itu kanibal. Mulutnya masih merah, lembut dan manis. Mulut mereka baunya wangi seperti kain sutra, aku suka, waktu ibunya masih terbaring istirahat diranjang kuangkat bayinya dan kutimang-timang dalam pelukan.
Buyung….buyung, bujukku. Karena dia menangis. Ibunya berteriak-teriak, aku tidak peduli, ah ibunya khawatir aku akan mematahkan tulang punggung bayinya yang masih lembek. Tidak peduli kataku.
Hendak kuhibur diriku dengan menyanyikan sebuah lagu. Dan berbaur dengan jeritan-jeritan ibunya aku bernyanyi.

(MENYANYI)
Kuharap angin gunung
Berhembus perlahan
Mengusap lembut kulitmu

Kudirikan benteng beton
Kalau bunyi bersiutan
Datang dari padang-padang

LAKI-LAKI :
Buyung……buyung……kenapa kamu begini lucu. Matamu besar bulat dan penuh harapan memandang padaku. Masa depanmu terang? Rambut jagung……halus. Nafasmu sejuk…….waaaaa……
Tidak apa-apa, jangan menangis dulu. Nanti kugantikan popokmu dengan yang bersih biar kau tetap merasa hangat dan tidak masuk angin. Seorang anak mengencingi bapaknya bukankah itu hal yang biasa? Hupa……kalau kau tidak kencing nanti orang mengira kau Cuma boneka plastik. Sudah menghitung satu, orang biasanya hitung-menghitung dua juga, lalu tiga. Istriku membiakkan tiga anak!

(PADA LAKI-LAKI DI DEPANNYA)

Kamu lihat, semuanya sebetulnya bisa menjadi cerita yang manis, dan selamanya akan manis, bermula manis dan berakhir manis kalau saja tidak ada paksaan-paksaan, penyudutan-penyudutan, keinginan-keinginan mustahil, keserakahan-keserakahan, semua hal-hal buruk. Kalau aku ini seorang penari, aku suka menari, sebutkan macam-macam tarian yang mampu kutarikan, akan kutarikan dengan mulut tersenyum tanda suka hati. Mula-mula memang terjadinya seperti itu. Musik, lalu anggota tubuh kugerakkan menurut irama musik yang sudah ditentukan. Gerakan-gerakannya aku yakin pasti indah. Tapi celaka musik bagus berangsur lenyap berganti dengan bunyi-bunyian aneh nadanya tanpa aturan. Aku berhenti tapi tidak bisa. Aku berusaha menghentikan gerakan-gerakan tariku, tapi tidak bisa. Ada kekuatan aneh yang memaksaku untuk terus menari meski tidak kusukai. Dorongan aneh itu bikin aku terus mengerakkan tubuhku mengikuti musik kacau yang bunyinya makin bising. Aku berteriak, suara tidak keluar, aku berteriak dalam hati, tolong aku mau berhenti – stopkan ! Stopkan! Tolong !!!!!! aku harus terus dan terus hingga hal itu membuatku gila. Sudah pasti gerakan-gerakan tariku tanpa isi karena sama sekali tidak kugerakkan berdasarkan keinginan hati dan jiwa. Aku teriak-teriak, dalam hati. Berhenti, aku belummau mampus. Aku kepayahan! Tolong! Tolong! Tolong Stopkan! Tapi siapa yang sanggup menolong? Kulihat orang-orang sekelilingku juga melakukan hal yang sama. Menarikan tarian-tarian yang belum tentu ingin mereka lakukan. Dunia penuh dengan manusia yang menarikan gerakan-gerakan yang aneh. Dan wajah mereka kelihatan menderita. Barangkali wajahku juga kelihatan seperti wajah orang-orang yang kulihat. Aku menari, menari seperti begini. Begini. Begini terus begini lalu begini kemudian begini dilanjutkan dengan begini. Dan itu kuulangi lagi, kuulangi lagi dengan variasi yang terlalu miskin. Kalau ada kehendak untuk berhenti makin cepat gerakan-gerakan terjadi, akibatnya tulang-tulangku berbunyi menderak-derak, seperti mau patah. Keringat mengucur seras. Dan itulah hidup, kata orang-orang.

LAKI-LAKI :

Oh, aku betul-betul kurang begitu paham.

(MEMANDANG TAJAM PADA PENONTON LALU KALIMATNYA JADI TEGAS)
Siapa diantara Tuan-tuan yang pernah menduga bahwa tuan akan dilahirkan pada suatu saat lalu tuan-tuan bersedia dalam keadaan seperti sekarang ini sedang tuan-tuan jalani?
Siapa diantara tuan-tuan yang pernah tahu apa tuan-tuan akan dilahirkan sebagai bayi laki-laki atau bayi perempuan? Tidak satu orang pun dan kalau ada yang menyatakan bahwa hal itu sudah pernah diduganya jauh sebelumnya itu artinya dia menduga pada waktu dia masih TIDAK TAHU dimana dan entah jadi TIDAK TAHU maka dia itu dukun palsu. Tinggalkan saja atau kalau perlu rajam dia dengan batu-batu panas. PAUSE
Baiklah, tapi hidup sudah berjalan. Hidup. Benar yang barusan kuucapkan? H-i-d-u-p. kita hidup, kamu hidup. Kamu, kamu, aku itu artinya aku bukan batu, bukan patung, bukan kayu, bukan lukisan. Ada darah yang mengalir disela-sela tubuhku disalurkan oleh otot-otot. Ada debaran jantung, ada gerak. Ada pertumbuhan! Kalau aku disakiti, aku akan merasa sakit. Kalau perutku tidak diisi makanan, aku akan lapar. Beberapa hari tidak tidur aku akan jadi mengantuk. Lihat, aku normal. Sama seperti makhluk-makhluk lain sejenisku. Makhluk yang diciptakan oleh tuan berkerudung abu-abu yang tidak pernah bisa kulihat wajahnya itu. Tusukkan sebilah pisau dilenganku, aku akan kesakitan lalu cabut kembali, darah akan mengalir dan warnanya tidak hijau atau ungu tapi merah. Sama seperti warna darah kebanyakan orang.
Lalu mengapa aku harus dipaksa untuk tidak melakukan apa-apa? Karena aku harus berputar dengan wajar, mengikuti keselarasan alam karena hal itu sudah ditentukan sejak berabad-abad yang lain.
(MARAH PADA LAKI-LAKI DIDEPANNYA)
Jangan coba-coba masa bodoh. Kamu berusaha mencegahku. Kamu yang menyuruhku untuk tenteram ditempatku dan jangan kena pancingan setan-setan. Kamu ya, kamu! Tapi, aku tidak peduli. Nyatanya sudah kujalankan apa yang kupikirkan harus kujalankan dan aku puas. Aku puas. Kau dengar? Aku puas. (MENANGIS)
Tak kuduga akibatnya begini. Semuanya meninggalkan aku satu-satu.
Teman-temanku, lingkunganku mengucilkanku. Anak-anak kecil lari kalau kedekati. Jangan dekat-dekat dengan pembunuh nanti kau dibunuhnya pula, kata ibu-ibu mereka. Binatang-binatangku juga tidak mau kalau kujamah. Mereka menghindar kalau kudekati.

LAKI-LAKI (TERTAWA LEMAH)
yang tinggal Cuma kamu. Kamu sendiri. Heeeo…….dengar aku kan? Aku senang kau masih mengikutiku. Sungguh betul-betul aku hargai. Sekarang ceritakan kesulitan-kesulitan, ceritakan tentang negerimu misalnya. Tentang anjing. Suka anjing? Kau punya anjing? Atau ikan-ikan dalam akuarium? Atau ceritakan tentang kutu-kutu bervitamin. Burung-burung.

(KESAL)

atau tentang peternakan ayam? Atau buaya?

(LAKI-LAKI DIDEPANNYA DIAM. MEREKA SALING MENATAP)

dari sebelah mana harus kupaksa supaya kau membuka mulut? Naaaaaaaaaahhh…….tapi kenapa tanpa suara? Bisu? He……..berapa umurmu? 35? 35? Ya, kukira sekitar itu, 35 ya?

LAKI-LAKI :
Aku ingat sekarang siapa kamu. Sehari sebelum kejadian itu, sesudah pertengkaran dengan Su. Kubujuk Su, tinggalkan Su, hentikan semuanya. Su malah marah. Kita mesti hidup katanya. Apa tidak bisa hidup yang wajar, sederhana? kataku padanya.
Su lebih marah lagi, matanya membelalak, kamu Cuma bisa melarang jangan begini jangan begitu tapi apa kamu pernah berpikir bagaimana caranya mengatasi kesulitan-kesulitan? Kujelaskan lagi! Aku ingin janji kita dulu, kalau kau melakukan dengan orang-orang yang berbeda tanpa rasa apa-apa masih bisa kupikir-pikir. Tapi Su demi Tuhan jangan biasakan Cuma dengan satu orang. Su makin marah. Dia membayar dengan baik, katanya lalu pergi dengan membanting pintu. Tidak, kataku dalam hati. Mulutnya memang mengatakan itu, tapi kilatan matanya menceritakan pernyataan lain. Rasa panas dan dingin tiba-tiba menyatu dalam tubuhku. Aku juga berdiri seperti sekarang ini, menghadap ke satu arah dan melihat ….. kamu. Lalu pada malam harinya, malam kejadian yang luar biasa sepanjang sejarah hidupku……. Aku juga diam-diam seperti begini, memandang ke satu arah ke satu titik. Dibatasi oleh garis samar kita saling tatap. Niat yang sudah lama terpendam berkobar lagi tanpa mau mencegah. Lagi-lagi mencegah. Kau beritahu lagi tentang keselarasan susunan alam kita yang sudah diatur oleh Tuan berkerudung abu-abu yang tidak pernah bisa kulihat wajahnya itu. Tapi kamu tidak pernah mempelajari aliran air. Makin dibendung makin berusaha untuk menjebol.
Aku menolak! Menentangmu! Melakukan terbalik dengan apa kau ingin kulakukan! Kucari sebilah pisau, dengan gampang kudapat. Ada di peti terselip antara barang-barang antik dari kuningan dan perunggu serta benda-benda tajam lainnya. Kupilih pisau pendek bikinan arab yang bengkok, kuasah hingga tajam. Lalu melangkah menuju gelap tanpa menghiraukan cegahanmu. Langkahmu yang berat terseok mengikuti langkahku, memegangi kakiku. Tapi aku tidak peduli. Jauh dibelakang sana kudengar juga teriakan seseorang mencegah, entah siapa, kutulikan telingaku, kubutakan mata. Aku tidak menengok, kedepan! Ke depan saja melangkahkan kaki. Hancurkan siapa saja.

LAKI-LAKI :
Yang berusaha menghalangi. Niatku sudah Kendal dan galaknya makin menderu-deru seperti mesin perahu tempel yang siap mendorong ke tujuan mana saja aku ingin. Rasa sakit akibat sayatan silet dikulit dari orang yang kita cintai, satu atau dua mampu kita tahankan. Tiga atau empat mungkin juga masih. Lima atau enam bisa dipikir-pikir untuk dilupa dan dimaafkan atau tidak.

Tapi kalau sudah terlampau banyak tidak lagi bisa dihitung? Apa aku bukan manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging dan punya rasa sakit karena kekecewaan?
Kukutuk diriku sendiri. Kusebut nama Tuan berkerudung abu-abu yang tidak pernah bisa kulihat wajahnya maksudku mau minta tolong. Cegah keinginan edan yang sudah menggalak siap kumuntahkan. Tidak ada jawaban Tuan itu, muncul juga tidak. Dan itu malah mengacaukan, tidak membantu menyelesaikan soal!
Dalam gelap aku diam. Diamku tak ubahnya seperti diamnya permukaan air dengan arus keras di bawahnya siap menenggelamkan siapa saja. Aku menunggu. Dalam gelap ras-rasanya aku jadi mampu meneliti dengan lebih jelas. Dan dua makhluk lain jenis itu….iblis mereka.

Apa yang telah mereka lakukan lakukan di depan mataku? Tidak tanggung-tanggung mereka lakukan untuk bisa saling memuaskan. (RUSUH) kukawini seorang pelacur. Kutunggui waktu dia melacurkan diri. Selalu kutentramkan hatiku karena yakin, yang dia jual Cuma tubuhnya tapi cintanya tetap untukku. Cuma untukku. Tapi yang sekarang terjadi lain. Selama bertahun-tahun aku mampu menelan kejadian-kejadian dengan sabar seperti kesabaran seorang martir. Tapi yang sekarang terjadi lain, apa aku mungkin terus diam. Lalu kau tahu apa yang terjadi kemudian . aku ingat kau ada di dekatku waktu itu. Tubuh enteng terasa melayang. Dua orang di depanku jadi sekecil semut. Tak lagi aku takut pada siapa pun. Su dan laki-laki itu! Berapa orang malam itu jadi korban robekan belatiku di perut mereka? 4? 5? 6? 20? 23? Ketika tugas kuselesaikan tanpa menyesal aku menuju rumah, menemui ketiga anak-anakku. Anak-anak Su. Padahal mereka tidak punya doa apa-apa. Tapi bisakah pikiran yang gelap mempertimbangkan hal itu? Dengan bedil dua loop yang pelurunya mampu menghancurkan kepala seekor badak aku menghabisi semuanya. Entah berapa banyak yang sudah menanam benih di tanah subur milik Su. Benih itu jadi tiga bakal pohon. Malam itu kubongkar semuanya hingga akar-akarnya. Musnah Cuma dalam tiga kali semburan api. Siperusak yang datang tiba-tiba dan menghilang secepatnya! Aku benci Su! Aku benci laki-laki itu. Aku benci anak-anak Su. Aku benci semnuanya. Aku benci diriku sendiri. Rupaku pasti buruk sekali di cermin. Dari kejauhan dengan puas kupandangi rumahku yang mulai runtuh dijilat-jilat lidah api.
(DUDUK KECAPAIAN)

LAKI-LAKI :
Besak aku akan mati. Jangan runtuh pahlawan. Ya, besok aku akan berjalan dengan tegak dan menolak untuk ditutup dengan kain hitam. Akan kutentang mata para penembak itu satu-satu dan sekali lagi menikmati sengatan cahaya matahari sebelum aku mati.
Aku akan teriak pada para penembak itu, menganjurkan supaya mereka jangan gentar. Ayo bung cepat lakukan tugasmu. Yang akan kalian tembak adalah seorang pemberani, seorang laki-laki dan pahlawan bagi dirinya sendiri. Dan tembakan berbunyi serentak, sepuluh timah menyengat tubuhku aku akan rubuh sambil tersenyum, ah akhirnya ku masuki juga ruangan besar dengan pintu terbuka lebar-lebar. Aku akan segera tahu apa saja isinya.


(PAUSE..BICARA PADA LAKI-LAKI DI DEPANNYA)

aku lelah sekarang giliranmu bercerita. (MENUNGGU) kenapa diam saja? Kenapa curang? Tidak menepati janji? Sudah kubukakan semua, kau harus ganti membukakan rahasia-rahasia kita, Cuma kita berdua yang tahu. Rahasia-rahasiamu kubawa mati dan rahasia-rahasiaku tentunya juga kau bawa mati. Kenapa tetap diam? Kenapa tidak mau bicara? Kenapa menatapku seperti itu? (MARAH) kenapa?
Kamu curang! Sama seperti Su. Kamu jahanam, sama seperti Su, yang tidak pernah mau melihat orang dan Cuma mau melihat dirinya sendiri saja. Kamu serakah, sama seperti Su, yang ingin tahu isi perut orang lain tapi tidak mau memperlihatkan perut sendiri. Aku tidak butuh kawan seperti itu. Biar kamu pergi meninggalkan aku seperti yang lain-lain. Kamu bangsat, sama seperti Su yang tidak pernah mau memikirkan perasaan orang lain, tidak mau bermanis-manis baik di muka maupun di belakangku. Tatapan menghina. Kamu anjing seperti Su yang makan makanan apa saja yang dijumpainya di jalan-jalan atau di tong-tong sampah. Kamu binatang, sama seperti Su yang mengumbar keinginan apapun tanpa peduli batas-batas. Kamu pelacur, sama seperti Su yang selalu menerima tapi tidak mau memberi.
Kamu……kamu….. aku benci kamu. Benci dari ujung rambut sampai ujung kaki.

(BERTERIAK DAN HISTERIS)
pisauku…….pisauku………mana belati itu. Ini? Belati akan mengakhiri perasaanmu juga
(MENGGERAM)
belati…….belati……..belati……belati……..belati….
(MENUSUK MEMBABI BUTA. KEDENGARAN SUARA KACA PECAH BERKALI-KALI. LAKI-LAKI MAKIN HISTERIS)
jangan coba halangi aku Tuan berkerudung abu-abu yang tidak pernah bisa kulihat wajahnya………….jangan coba halang-halangi aku! Belati………belati………belati……

(MULA-MULA LAMPU DI AREA LAKI-LAKI DI DEPAN LAKI-LAKI ITU MATI SEKETIKA. LALU SEMUA LAMPU MATI DAN PANGGUNG JADI GELAP KEMBALI SEPERTI SEMULA. LAKI-LAKI MASIH HISTERIS. LALU DIAM. SADAR BAHWA SEKELILING SUDAH GELAP. DAN IA BERTERIAK BUKAN LANTARAN KEJARAN TAPI LANTARAN KETAKUTAN BERADA DALAM GELAP SENDIRIAN)

Jangan pergi……..jangan! jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendirian! Jangan! Jangan aku masih butuh…….masih butuh seseorang disekitarku. Aku butuh….jangan! cahaya! Cahaya! Cahaya! Lampu…cahaya…….aku butuh cahaya…….aku butuh cahaya. Cuma cahaya yang kubutuhkan satu-satunya sekarang. Aku butuh cahaya! Cahaya! Cahaya……cahaya…cahaya……..cahaya.

SUARANYA MAKIN LEMAH DAN MAKIN LEMAH HINGGA HILANG. TAPI PANGGUNG TETAP GELAP. TAK SEBERKAS CAHAYAPUN YANG MAMPIR.

S E L E S A I
JAKARTA, 8 MEI 1977
N RIANTIARNO
diketik ulang yudi dodok 

ARWAH-ARWAH

KARYA W.B. YEATS

TERJEMAHAN SUYATNA ANIRUN



RERUNTUHAN RUMAH, SEBATANG POHON TAK BERDAUN

PEMUDA
Setengah pintu, pintu tengah
Kesana kemari siang dan malam
Memikul beban, ke bukit dan ke lembah
Mendengar kau bicara saja.

ORANG TUA
Perhatikan rumah itu. Kuingat kisah dan leluconnya. Kuingat apa yang dikatakan si pelayan kepada si penjaga mabuk pada pertengahan Oktober, tapi aku tak bisa. Dimana kisah dan lelucon sebuah rumah kalau ambang pintunya dipakai memperbaiki kandang babi?

PEMUDA
Kau pernah kenal jalan ini?

ORANG TUA
Bulan bersinar di atas jalan, bayangkan awan jatuh di atas atap rumah. Itulah lambang. Lihatlah pohon itu! Seperti apa rupanya?

PEMUDA
Orang tua lupa ingatan!

ORANG TUA          
Aku melihatnya tahun yang lalu botak seperti sekarang. Maka kupilih kerja yang paling baik. Aku melihatnya lima puluh tahun yang lalu sebelum petir membelahnya. Daun-daun hijau, daun-daun tua, daun-daun segemuk mentega, hidup gemuk dan berlemak. Berdiri di situ dan lihatlah! Karena ada orang di rumah itu.

PEMUDA
Tak seorangpun di sini.

ORANG TUA
Ada orang di situ!

PEMUDA
Lantai sudah hilang, jendela hilang dan dimana seharusnya ada atap, hanya langit yang membentang. Dan di sini pun pecahan kulit telur jatuh dari sarang burung gagak.

ORANG TUA
Tapi ada beberapa yang tidak peduli pada apa yang hilang atau pada apa yang ada. Arwah-arwah dari alam barzah yang kembali ke rumah dan tempat yang mereka kenal.

PEMUDA
Kau sedang melantur lagi!

ORANG TUA
Untuk merasakan lagi dosa-dosa mereka. Tidak sekali tapi berulang-ulang. Akhirnya mereka tahu akibat dari dosa-dosa itu. Atas orang lain ataupun atas dirinya sendiri. Atas orang lain, orang lain bisa menolong. Tapi kalau atas dirinya sendiri tak ada pertolongan kecuali atas diri sendiri dan pada belas kasihan Tuhan.

PEMUDA
Cukup sudah! Bicaralah pada burung-burung kalau kau harus bicara juga!

ORANG TUA
Berhenti! Duduk di situ! Itulah rumah dimana aku dilahirkan.

PEMUDA
Rumah tua yang terbakar itu?

ORANG TUA          
Ibuku atau nenekmu memiliki tanah di daerah ini. Kandang-kandang anjing dan kuda. Ia punya kuda di ladang ternak dan disana bertemu dengan ayahku, budak di kandang kuda. Saling pandang, lalu mereka kawin. Tapi kemudian ibuku tak mau mengenalnya lagi.

PEMUDA
Apa yang benar dan apa yang salah? Kakekku mendapatkan gadisnya beserta uangnya.

ORANG TUA
Ayahku memboroskan semua milik ibuku. Ibuku tak pernah tahu yang terjelek karena ia meninggal waktu melahirkan aku. Tapi sekarang ia tahu semuanya karena ia telah mati. Orang-orang besar hidup dan mati di rumah ini. Patih-patih, Demang-demang dan Hakim-hakim, Ponggawa-ponggawa dan perwira yang dulu bertempur di semenanjung dan muara. Mereka yang telah pergi dengan tugas pemerintah pulang untuk mati atau datang dari seberang tiap awal musim kemarau untuk meninjau bunga-bunga di bulam Mei dalam taman. Mereka mencintai pohon-pohon yang ditebang ayahku untuk membayar kekalahan di meja judi atau dengan kuda, minuman atau perempuan. Mereka mencintai semua lorong yang ada di rumah ini. Membinasakan rumah dimana orang-orang besar menjadi dewasa, kawin dan meninggal. Kunyatakan disini, telah berlangsung suatu kejahatan yang laknat!

PEMUDA
Wah, tapi kau beruntung. Pakaian mewah, mungkin kuda gagah untuk ditunggangi.

ORANG TUA          
Supaya aku tidak lebih unggul darinya, ayahku tidak pernah mengirim aku ke sekolah. Tapi masih ada orang yang cinta karena aku juga anak ibuku. Istri penjaga mengajar aku membaca, Pak Padri mengajar aku bahasa. Banyak buku-buku berharga dengan jilidan mewah abad lalu. Buku-buku modern dan kuno. Beribu-ribu buku.

PEMUDA
Dan aku kau beri pendidikan apa?

ORANG TUA
Kuberi kau pendidikan yang patut bagi anak haram yang gampang. Ketika aku berumur enam belas tahun, ayahku membakar rumah-rumah itu dalam mabuknya.

PEMUDA
Itu usiaku enam belas tahun.

ORANG TUA          
Dan seluruhnya terbakar habis. Buku-buku, perpustakaan dan segalanya.

PEMUDA
Apa benar juga yang kudengar sepanjang jalan bahwa kau membunuh ayahmu di rumah yang terbakar itu.

ORANG TUA
Tak ada seorangpun disini kecuali kita?

PEMUDA
Tak seorangpun ayah.

ORANG TUA
Kutikam dia dengan pisau. Pisau yang sehari-hari biasa kita pakai. Setelah itu kutinggalkan dia di tengah api yang sedang berkobar. Mereka menemukan mayatnya. Seseorang menemukan bekas pisau tapi tak berani memastikan karena mayat itu hangus bagai arang. Beberapa teman pemabuknya bersumpah untuk menghadapkan aku ke pengadilan, mendalihkan ancaman yang pernah dilontarkan. Penjaga memberikan pakaian tua, aku melarikan diri, bekerja dimana-mana, hingga aku menjadi penjual dari jalan ke jalan. Bukan pekerjaan baik, tapi cukup baik. Karena aku anak ayahku. Karena apa yang dia lakukan bisa aku lakukan. Dengar! Dengarlah! Derap kuda! Dengar!

PEMUDA
Aku tidak mendengar apa-apa.

ORANG TUA
Jalan terus! Jalan terus! Malam ini adalah peringatan malam perkawinan ibuku atau malam aku dikandung, ayahku naik kuda dari tempat minum. Sebotol arak di tanganya.
                       
DI JENDELA MUNCUL WANITA MUDA

ORANG TUA
Lihat di jendela! Ibuku berdiri di situ, mendengar. Pelayan-pelayan sudah tidur. Ibuku sendirian. Ayahku pulang jauh ditengah malam karena ia berjudi dan mabuk-mabukan di kedai minum.

PEMUDA
Tak ada apa-apa kecuali lubang kosong pada tembok. Kau dusta. Tidak, kau gila! Kau makin gila tiap hari!

ORANG TUA
Suara itu makin keras karena ia melewati jalan berkerikil yang kini ditutupi rumput. Suara derap berhenti. Ia pergi ke belakang rumah, mengandangkan kudanya. Ibuku turun membuka pintu, malam ini ia tak lebih sopan dari suaminya yang terhuyung karena mabuk. Ibuku tergila-gila padanya. Mareka naik tangga. Ibuku membawanya ke tempat tidur. Itulah kamar perkawinan mereka dan itulah ranjang perkawinan mereka. Jendela sudah setengah gelap kembali. Jangan biarkan dia menjamahku! Tidak benar bahwa suami mabuk tak bisa membuahi dan kalau ia mulai berhasil, kau harus mengambil benih pembunuhnya. Tuli! Tuli! Keduanya tuli! Bahkan jika kulempar kayu atau batu mereka tak mendengar. Itulah bukti pikiranku sudah sakit. Tapi ada satu soal, ibuku harus mengalami sekali lagi semua bahkan segalanya. Didorong oleh rasa sesal. Tapi bisakah ia berkelamin lagi dan tak menemukan kepuasan didalamnya. Bila ketidakpuasan harus bersama-sama, mana yang lebih kuat! Aku tanpa didikan. Pergilah! Panggil pertulian! Ia dan aku akan menguraikan segalanya sementara kedua orang itu berbaring di ranjang, membuahi dan mengandung aku.

PEMUDA MENGADUK-ADUK KANTONG LALU MEMBAWANYA

ORANG TUA
Kembali! Kembali! Kau kira kau bisa melarikan diri dengan bungkusan uangku di tanganmu? Dikiranya sementara aku bicara tak melihat kau mengaduk-aduk buntalan itu?

PEMUDA
Kau tak pernah memberiku bagian.

ORANG TUA
Jika kuberikan, anak muda seperti kau akan menghabiskannya pada minuman.

PEMUDA
Kalau aku menghendakinya? Aku berhak menggunakan uangku semaunya.

ORANG TUA
Berikan bungkusan itu dan tutup mulutmu!

PEMUDA
Tidak mau!

ORANG TUA          
Akan kuhancurkan jari-jarimu.

                        MEREKA MEMPEREBUTKAN KANTUNG. DALAM PERKELAHIAN KANTUNG ITU LEPAS DAN UANGNYA BERHAMBURAN. ORANG TUA ITU TERHUYUNG TAPI TIDAK JATUH. MEREKA BERDIRI SAMBIL MEMANDANG JENDELA. TAMPAK TERANG. TAMPAK SEORANG LELAKI SEDANG MENGISI GELASNYA DENMGAN WHISKEY.

PEMUDA
Bagaimana kalau kau kubunuh? Kau membunuh kakekku karena kau muda dan ia tua. Sekarang aku yang muda dan kau yang tua.

ORANG TUA (MELIHAT KE JENDELA)
Kini lebih jelas. Enambelas tahun itu.

PEMUDA
Apa yang kau ocehkan?

ORANG TUA          
Lebih muda. Padahal perempuan itu harus tahu bahwa lelaki itu bukan macamnya.

PEMUDA
Apa yang kau katakana? Hentikan! Hentikan!

                        ORANG TUA ITU MENUNJUK KE JENDELA

PEMUDA
Tuhanku! Jendela itu terang dan seseorang berdiri di situ.

ORANG TUA
Jendela itu terang lagi. Ayahku datang untuk mendapatkan segelas whiskey. Ia bersandar di sana seperti binatang yang kepenatan.

PEMUDA
Orang mati dibunuh yang hidup kembali.

ORANG TUA
Dan ranjang pengantin jauh pada Adam’. Dimana kubaca kata-kata itu. Padahal tidak ada sesuatupun yang tersandar di jendela itu selain bayangan yang ada di kepala ibuku yang mati kesepian dalam sesalnya.

PEMUDA
Tubuh yang menjelma sebelum dilahirkan. Mengerikan! Mengerikan! (MENUTUP WAJAHNYA)

ORANG TUA
Makluk itu takkan tahu apa-apa, karena bukan apa-apa, jika kubunuh orang di bawah jendela itu, ia bahkan takkan sempat memutar kepalanya.

ORANG TUA MENIKAM ANAK MUDA ITU

ORANG TUA          
Ayahku dan anakku oleh pisau yang sama. Ini mengakhiri.

ORANG TUA MENIKAM BERULANG-ULANG, JENDELA JADI GELAP

PEMUDA
Ibuku sayang, jendela itu gelap kembali. Tapi kau ada dalam cahaya sebab telah kuselesaikan segala akibatnya. Kubunuh anak itu karena ia telah tumbuh. Ia akan mematahkan nasib seorang perempuan, membuahinya dan melanjutkan keonaran.
SELESAI